Petani rumput laut |
Kondisi yang sama terjadi di Ternate, Maluku Utara. Harga rumput laut di Ternate naik 42,8% menjadi Rp 10.000 per kg, dari dua bulan sebelumnya yang masih Rp 7.000 per kg.
I Ketut Lencana Yasa, Ketua Kelompok Tani Rumput Laut Sari Segara, Kutuh, Bali mengatakan, kenaikan harga ini dipicu semakin tingginya permintaan rumput laut, baik di pasar domestik maupun internasional.
Di dalam negeri, permintaan berdatangan dari beberapa sektor industri seperti farmasi, kosmetik dan makanan. Nah, mereka ini sekarang sedang giat memacu produksinya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Itu sebabnya, mereka membutuhkan pasokan bahan baku rumput laut lebih banyak dari biasanya.
Sementara di luar negeri, permintaan banyak berasal dari China dan Filipina. Menurut Ketut, China lagi gencar-gencarnya mengembangkan industri pengolahan rumput laut. Mereka membeli rumput laut gelondongan dari Indonesia untuk diolah menjadi berbagai macam produk, seperti tepung carrageenan maupun produk makanan jadi lainnya. "Mereka juga mengolah itu sebagai bahan baku kosmetik dan farmasi," jelas Ketut kepada KONTAN, Senin (13/6).
Para petani di Bali biasanya mengekspor rumput laut ke China dan Filipina melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Saban bulan, Desa Kutuh bisa memasok 100 ton rumput laut kering.
Sayangnya, tidak semua daerah bisa mengimbangi tingginya laju permintaan rumput laut tersebut. Di Ternate, Maluku Utara misalnya, petani kesulitan memenuhi permintaan pasar.
Syalahuddin, petani rumput laut di Ternate bilang, persediaan rumput laut di daerahnya sedang minim karena belum memasuki masa panen. Menurutnya, periode panen rumput laut di Ternate baru terjadi di bulan Juli-Agustus.
Imbasnya, "pasokan di bulan sekarang sedikit berkurang,"
Sumber : industri.kontan.co.id