Petani Rumput Laut Di Pantai Pandawa |
Pantai Pandawa, (Bisnis Bali) – Untuk memperoleh harga jual yang layak, petani
rumput laut di Desa Kutuh, Kuta Selatan menggenjot kualitas komoditi
yang mereka hasilkan.
Made Kotan, Sekretaris Kelompok Tani Rumput Laut Sari Segara, Minggu (15/5) kemarin, menuturkan, selama ini harga rumput laut sering berfluktuasi terkadang petani memperoleh harga bagus, namun juga terkadang anjlok. Anjloknya harga rumput laut selain karena faktor cuaca yang mengakibatkan anjloknya produksi, namun juga kualitas dan mutu rumput laut yang kurang bagus.
Diungkapkan, untuk saat ini mutu rumput laut di Kutuh sudah cukup bagus dibandingkan dengan daerah lainnya seperti Lombok, Nusa Penida dan lainnya, sehingga harganya tidak sampai anjlok namun tetap stabil.
Lebih jauh diungkapkan, selama ini yang lebih ditekankan pembeli adalah kualitas serta mutu. Untuk itu, petani di Kutuh dalam meningkatkan mutu, pengelolaannya sangat diperhatikan baik itu kadar air rumput laut maksimal 35 persen, sedangkan kadar kotoran, baik itu sampah serta garamnya maksimal 5 persen. “Kalau ingin harga rumput laut stabil, kami harus terus menggenjot dan menjaga kualitas dan mutu. Petani berupaya untuk itu, karena petani bisa menikmati harga layak jika menjaga mutu dan kualitas rumput laut,” katanya.
Ia mengungkapkan, dalam upaya meningkatkan mutu sangat didukung oleh perkembangan budi daya. Untuk saat ini perkembangan budi daya rumput laut cukup bagus.
Lebih jauh dikatakan, begitu juga dengan harga. Mengenai harga saat ini Rp 10.500 per kg kering. Harga sedikit mengalami penurunan dibandingkan bulan Maret Rp 12.500, bahkan tahun sebelumnya harga rumput laut di Kutuh mencapai 17.000 per kg kering. “Selain mutu, fluktuasi harga dipengaruhi oleh musim. Jika musim panen sedikit harga akan naik dan sebaliknya jika musim bagus dan banyak yang produksi maka harga akan turun. “Dulu pada tahun 1999 harga rumput laut pernah di bawah Rp 5.000 - Rp 10.000 per kg,” katanya.
Ia menambahkan, rumput laut yang dihasilkan oleh kelompoknya dan kelompok lain selama ini banyak terserap ke pasar ekspor khususnya Jepang, Amerika dan Belanda. Sistem pascapanen 45 hari sekali dalam setahun bisa 6-7 kali panen. Tiap-tiap panen kelompoknya bisa menghasikan 30 ton rumput laut kering dan dijual tiap dua bulan sekali. “Petani masih kewalahan dalam produksi, sebab permintaan belum bisa dipenuhi, sebab eksportir tiap dua bulan sekali meminta 100 ton, namun kami hanya bisa menyediakan 30 ton,” katanya.
Made Kotan, Sekretaris Kelompok Tani Rumput Laut Sari Segara, Minggu (15/5) kemarin, menuturkan, selama ini harga rumput laut sering berfluktuasi terkadang petani memperoleh harga bagus, namun juga terkadang anjlok. Anjloknya harga rumput laut selain karena faktor cuaca yang mengakibatkan anjloknya produksi, namun juga kualitas dan mutu rumput laut yang kurang bagus.
Diungkapkan, untuk saat ini mutu rumput laut di Kutuh sudah cukup bagus dibandingkan dengan daerah lainnya seperti Lombok, Nusa Penida dan lainnya, sehingga harganya tidak sampai anjlok namun tetap stabil.
Lebih jauh diungkapkan, selama ini yang lebih ditekankan pembeli adalah kualitas serta mutu. Untuk itu, petani di Kutuh dalam meningkatkan mutu, pengelolaannya sangat diperhatikan baik itu kadar air rumput laut maksimal 35 persen, sedangkan kadar kotoran, baik itu sampah serta garamnya maksimal 5 persen. “Kalau ingin harga rumput laut stabil, kami harus terus menggenjot dan menjaga kualitas dan mutu. Petani berupaya untuk itu, karena petani bisa menikmati harga layak jika menjaga mutu dan kualitas rumput laut,” katanya.
Ia mengungkapkan, dalam upaya meningkatkan mutu sangat didukung oleh perkembangan budi daya. Untuk saat ini perkembangan budi daya rumput laut cukup bagus.
Lebih jauh dikatakan, begitu juga dengan harga. Mengenai harga saat ini Rp 10.500 per kg kering. Harga sedikit mengalami penurunan dibandingkan bulan Maret Rp 12.500, bahkan tahun sebelumnya harga rumput laut di Kutuh mencapai 17.000 per kg kering. “Selain mutu, fluktuasi harga dipengaruhi oleh musim. Jika musim panen sedikit harga akan naik dan sebaliknya jika musim bagus dan banyak yang produksi maka harga akan turun. “Dulu pada tahun 1999 harga rumput laut pernah di bawah Rp 5.000 - Rp 10.000 per kg,” katanya.
Ia menambahkan, rumput laut yang dihasilkan oleh kelompoknya dan kelompok lain selama ini banyak terserap ke pasar ekspor khususnya Jepang, Amerika dan Belanda. Sistem pascapanen 45 hari sekali dalam setahun bisa 6-7 kali panen. Tiap-tiap panen kelompoknya bisa menghasikan 30 ton rumput laut kering dan dijual tiap dua bulan sekali. “Petani masih kewalahan dalam produksi, sebab permintaan belum bisa dipenuhi, sebab eksportir tiap dua bulan sekali meminta 100 ton, namun kami hanya bisa menyediakan 30 ton,” katanya.
Lebih jauh dikatakan, mengenai kendala budi daya selama ini adalah cuaca
dan penyakit. Karena berbudi daya di alam bebas yang paling vital yaitu
terkena penyakit seperti ice-ice, bulu babi, serta saat ini adalah
ikan-ikan yang memakan bibit-bibit yang ditanam, selain itu kendala alam
berupa ombak besar juga mempengaruhi sehingga banyak rumput laut
terbawa arus. “Masalah ikan sudah bisa diatasi dengan jala penangkap
ikan, namun masalah lainnya belum bisa diatasi. Jika terjadi masalah
biasanya kami melakukan peremajaan bibit,” katanya.
Di tempat yang sama Nyoman Yasa, Ketua Kelompok Tani Segara Amertha mengungkapkan, saat ini perkembangan budi daya rumput laut cukup bagus, namun penyakit berupa ice-ice, bulu babi serta lainnya masih menjadi ancaman. Mengenai harga juga, diakuinya lumayan bagus yakni Rp 10.500 per kg kering.
Untuk produksi dalam 45 hari di kelompoknya mencapai 77 ton yang tentunya juga sangat memperhatikan standar eksportir yaitu kekeringan kurang lebih 35-37 persen, kotoran ada pasir dan lainnya 5 persen. “Kualitas sangat digenjot, sehingga harga tawar bisa lebih baik. Untuk lebih meningkatkan mutu, kami juga mengharapkan bantuan bibit baru sebagai regenerasi budi daya, mudah-mudahan dari pemerintah bisa membantu petani untuk memberikan bantuan bibit baru,” katanya. *dwi
Di tempat yang sama Nyoman Yasa, Ketua Kelompok Tani Segara Amertha mengungkapkan, saat ini perkembangan budi daya rumput laut cukup bagus, namun penyakit berupa ice-ice, bulu babi serta lainnya masih menjadi ancaman. Mengenai harga juga, diakuinya lumayan bagus yakni Rp 10.500 per kg kering.
Untuk produksi dalam 45 hari di kelompoknya mencapai 77 ton yang tentunya juga sangat memperhatikan standar eksportir yaitu kekeringan kurang lebih 35-37 persen, kotoran ada pasir dan lainnya 5 persen. “Kualitas sangat digenjot, sehingga harga tawar bisa lebih baik. Untuk lebih meningkatkan mutu, kami juga mengharapkan bantuan bibit baru sebagai regenerasi budi daya, mudah-mudahan dari pemerintah bisa membantu petani untuk memberikan bantuan bibit baru,” katanya. *dwi