Petani Rumput Laut Pantai Pandawa |
Sejara Desa Kutuh
Diceritrakan pada tahun 1682 Kerajaan Badung dipimpin oleh Raja
Badung yaitu Ida Cokorda III yang bergelar Kyai Anglurah Pemecutan III,
dan pada suatu hari beliau melakukan perjalanan memasuki hutan belantara
yang sangat keramat, indah dan nyaman dihati beliau yang berada
diwilayah Kaki Pulau Bali bagian selatan. Didalam hutan tersebut tidak
dinyana Beliau bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik rupawan
bagaikan seorang bidadari, yang bernama Ni Rangdu Kuning yang menghuni
hutan keramat tersebut yang menggoda hati setiap laki-laki yang
menjumpainya.
Sebagai seorang lelaki yang sempurna beliaupun jatuh cinta sama Ni
Rangdu Kuning yang akhirnya dikawininya. Dari hasil perkawinannya dengan
Ni Rangdu Kuning lahirlah seorang Putra yang diberi nama I Gusti Ngurah
Ungasan.
Pada suatu saat Ni Rangdu Kuning ditinggal oleh Sang Raja ke Puri
Pemecutan dan tidak pernah kembali lagi, maka Ni Rangdu Kuning tinggal
sendirian bersama putranya. Karena lama Sang Raja tidak kembali maka Ni
Rangdu Kuning mulai melakukan perjalanan ke arah timur dan sampailah
disuatu tempat yang tidak diketahui namanya dan daerah tersebut banyak
ditumbuhi oleh Pohon Kayu Kutuh yang besar – besar, dan sebagai bukti
sampai sekarang ada dua pohon Kayu Kutuh yang sangat besar. Karena
daerah yang dijumpai tersebut banyak ditumbuhi pohon Kayu Kutuh yang
menjadi tempat tinggal Ni Rangdu Kuning, maka tempat tersebut diberi
nama Kutuh oleh beliau, dan seterusnya oleh masyarakat setempat
dijadikan nama Desa yaitu Desa Kutuh ( Desa Adat Kutuh ).
Pada Jaman Penjajahan Belanda di Indonesia, maka Desa Kutuh dijadikan Perbekelan Desa Kutuh yang dipimpin oleh seorang Perbekel.
Pada masa kekalahan Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia juga
membawa dampak kepada Perbekelan Desa Kutuh menjadi satu pemerintahan
dengan Desa Ungasan yang berpusat di Desa Ungasan. Bergabungnya
Perbekelan Desa Kutuh dengan Perbekelan Desa Ungasan yaitu pada Tahun
1941 sampai Tahun 2002.
Atas segala perjuangan masyarakat khususnya para Prajuru Desa, maka
pada tanggal 25 Juni Tahun 1999 disetujui oleh Pemerintah Kabupaten
Badung menjadi Desa Persiapan Kutuh, dengan Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Bali Nomor : 273 Tahun 1999. Dengan Luas Desa Kutuh 976,800Ha ( 0,976 KM2 ) dan Jumlah Penduduk Tahun
2010 berjumlah 3.630 jiwa, sehingga kepadatan penduduk rata-rata : 269
jiwa/km, dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata : 0,30 %.
Pantai Pandawa merupakan salah satu daya tarik dari Desa ini, pantai
yang dahulunya lebih terkenal dengan sebutan Secret beach. Sebutan
Secret beach ini timbul karena memang lokasinya yang sangat terpencil,
sehingga tidak banyak terexpose dan para wisatawan mancanegara
mendapatkan kebabasan penuh dalam bersantai. Pantai Pandawa memiliki
panorama yang indah, struktur batu karang yang juga menghiasi beberapa
sisi pantai ini dengan pasir yang berwarna kuning. Perjalanan menuju pantai ini sendiri sangat menarik, selain karena belum
ramainya lalu lintas kendaraan, kita juga akan menikmati bentangan
tembok alam yang tinggi, tembok ini merupakan struktur batu kapur yang
menjulang dan memang mendominasi daerah tersebut.
Pantai ini juga menawarkan interaksi sosial yang kental, ini
disebabkan karena di pantai ini juga terdapat Budidaya Rumput Laut yang
di kelola warga setempat. Sehingga sebagaian waktu setiap harinya semua
aktivitas berpusat disana. Para petani seperti juga didaerah lain memang
didominasi oleh para orang tua dan anak-anak yang membantu atau sekedar
bermain disana.
Budidaya rumput laut ini membuat pantai penuh warna-warni. Terutama
akan tampak ketika pantai surut di saat siang, atau ketika pagi hari
saat rumput laut basak mulai di jemur dan diterpa matahari pagi. Ini
memberikan kesan yang menarik walau tentunya sering terabaikan.
Budidaya rumput laut merupakan mata pencaharian pokok bagi sebagian
masyarakat Desa ini, mereka membentuk kelompok dengan anggota kurang
lebih 100 orang. Ini adalah pertanian turun temurun, struktur pantai
yang berbatu karang sehingga pada saat surut memungkinkan masih
tertinggalnya genangan air laut, dan sehingga para petani bisa
membudidayakan rumput laut. Dari mulai penanaman sampai pada proses
panan, rumput laut memerlukan waktu 45 hari, dan panen serta penanaman
dilakukan pada saat air laut sedang surut.
Hasil panen dikumpulkan dan dijual bahkan sampai keluar bali, rumput
laut dipasarkan dalam kondisi kering, dengan kisaran harga 9 ribu
samapi 10 ribu rupiah per kilogramnya. Untuk pengeringan ini sendiri
dilakukan secara tradisional, dan bisa memerlukan waktu 3 hari, ini
sangat tergantung dengan panas matahari dan angin laut. Untuk
proses-proses tersebut, para warga membangun gubuk darurat disepanjang
pantai. Gubuk-gubuk ini selain untuk penyimpanan rumput laut pada saat
datang hujan, juga berfungsi sebagai tempat istirahat di kala siang,
sambil sebul air laut surut.
Selain budidaya rumput laut ada beberapa warga juga perprofesi
sebagai nelayan. Dan ternak sapi untuk sambilan, seperti juga terdapat
di desa-desa agraris lain di Bali.
Untuk mendukung Potensi yang terdapat di Desa kutuh, penataan Desa
pun mulai dilakukan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan pembangunan
infrastruktur seperti jalan raya menuju pantai serta pembangunan arca
di di dinding dinding tebing kapur, beberapa ratus meter sebelum masuk
pantai.
Tentunya pembangunan ini akan membawa dampak bagi perkembangan
investasi pariwisata disekitar pantai Pandawa. Sayangnya di satu sisi
pembangunan pariwisata yang membabi buta bisa membahayakan kelangsungan
mata pencaharian warga desa.
Seperti kita ketahui, sering terjadi pertentangan antara investor dan
warga, ini terutama menyangkut perbedaan orientasi. Investor yang
selalu berorientasi pada keuntungan, sering mengabaikan kepentingan
jangka panjang dari warga desa, terutama menyangkut mata pencaharian dan
atau kegiatan tradisional. Terutama investor yang mengklaim pantai
sebagai bagian dari wilayahnya sehingga merasa berhak memprivatisasi
pantai hanya untuk konsumsi wisatawan. dan pada akhirnya akan
mengorbankan mata pencaharian tradisional seperti Budidaya Rumput laut
atau Nelayan.
Hal ini yang harus di hindari karena, selain merupakan sebuah
keunikan, aktividas budidaya Rumput laut sendiri tentunya bisa
dimanfaatka sebagai salah satu object untuk untuk daya tarik pantai
Pandawa. Untuk itu, peran Desa Administratif dan Desa Adat sangat di
nantikan, sehingga pembangunan pariwisata tidak membunuh mata
pencaharian lokal, terutama Budidaya rumput laun yang tadak disetiap
pantai dibali bisa kita temui.
Selain itu dengan adanya budidaya ini tanpa disadari merupakan salah
satu perangsang bagi kesadaran warga untuk menjaga pantai, karna bagai
manapun di pantai itu waktu mereka habiskan, dengan kerja dan interaksi
sosial, dan terjadi hubungan ketergantungan antara manusia dan alam
masih sangat kental.
Jadi silahkan kunjungi, nikmati, dan belajarlah di pantai pandawa.
Banyak warna alam, hingga kita kan merasakan, warna lain dari Bali.
Nikmati pantainya, kesegaran air lautnya, kemilau warna rumput laut, dan
interaksi sosial warganya.
Sumber: http://gambarngengsut.wordpress.com